Oleh: Fikri Arief Husaen*
Dalam setiap kesempatan yang bersifat rekrutmen dalam sebuah organisasi, lembaga maupun pemerintahan, baik pada pengkaderan. lowongan pekerjaan, penerimaan beasiswa, kedudukan jabatan, dsb. Hampir dalam setiap kesempatan emas tersebut terjadinya praktek nepotisme. Memang “nepotisme” merupakan penyakit social yang menular yang mengatasnamakan kekerabatan atau teman akrab berdasarkan hubungannya.
Sebenarnya tidak selamanya nepotisme itu negative, jika yang diserahi tugas itu dari kalangan kerabat dekat ataupun teman akrab ketika ia memenuhi persyaratan yang ada, memiliki kompetensi dan mampu untuk melaksanakan tugas tersebut, mengapa tidak?? Tapi memang yang menjadi permasalahannya adalah memberikan kepercayaan, jabatan, posisi yang bukan berdasarkan pada kemampuan. Hal ini susah untuk dihindari karena pelaksanaanya tidak konkrit. Realita yang ada pada masyarakat memang khususnya dalam sebuah pekerjaan akan lebih mudah bila mempunyai jaringan/ link connection sebagai jalan percepatan dalam memperoleh sesuatu. Praktek nepotisme hampir ada di setiap lembaga hingga Negara. Begitu juga dalam organisasi-organisasi pengkaderan seperti organisasi ekstra kampus; PMII, HMI, KAMMI, dsb.
Nepotisme sama halnya dengan jaringan sosial yang merajalela, bagai penyakit yang menular, virusnya tersebar kemana-mana. Dalam kehidupan nepotisme mengepung kita, banyak kesempatan emas, lowongan pekerjaan, kredit, sampai beasiswa yang didapatkan oleh mereka yang relative tidak tepat. Dengan memberikan sejumlah uang/ semangat pertemanan, mereka mewujudkan keinginannya. Ini merupakan hal yang melanggar aturan undang-undang yang berlaku. Dan merupakan kesalahan yang merugikan banyak pihak. Mereka yang memiliki kompetensi dan kemampuan yang lebih terkalahkan oleh mereka yang direkomendasikan berdasarkan hubungan saudara ataupun pertemanan yang daya kompetensinya rendah bahkan tidak memiliki sama sekali pada posisi tugas yang direkomendasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar